Destinasi Wisata Kota Ternate Maluku Utara
Destination Branding merupakan sebuah konsep branding yang memiliki tujuan untuk membangun atau meningkatkan kualitas dari sebuah destinasi wisata, Kota Ternate juga merupakan Kota yang memiliki potensi dalam sektor pariwisata dan saat ini sedang aktif dalam mengembangkan sektor pariwisatanya, dengan cara melakukan Destination Branding dengan tujuan untuk mewujudkan tercapainya Misi Kota Ternate. Data dikumpulkan dengan metode Observasi dan Wawancara mendalam dengan dinas pariwisata dan warga masyarakat lokal dengan kriteria yang sudah ditentukan.
Sebagai bagian dari upaya meningkatkan Destination Branding yang dinilai memiliki peran penting dalam upaya pengembangan wisata di Kota Ternate. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, pendekatan kualitatif digunakan supaya mendapatkan informasi-informasi yang selengkap mungkin mengenai wisata di Kota Ternate melalui Destinaion Branding. Yang hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa Wisata Kota Ternate menerapkan Destination Branding yang sudah bagus, karena pihak Dinas Pariwisata Kota Ternate sudah bagus dalam membangun Destinasi Wisata untuk bisa menjadi objek Pariwisata Nasional.
Pendahuluan
Kota Ternate adalah sebuah kota yang ada di Provinsi Maluku Utara., yang berada di bagian timur negara ini . Kota Ternate juga pernah menjadi ibu kota sementara Maluku Utara sejak 1999 sampai 2010. Pada 4 Agustus 2010, Sofifi menjadi ibu kota Maluku Utara, menggantikan Ternate yang sudah lama menjadi ibu kota. Kebanyakan orang yang berkunjung ke Ternate selalu ingin ikut wisata Ron (Bahasa setempat berarti, Mengitari) Gunung Dibutuhkan sekitar satu jam guna berkeliling pulau dengan sepeda motor, baik dengan memanfaatkan pemandu dari daerah setempat (Warga masyarakat kota Ternate) ataupun menjelajah sendiri, tidak menjadi masalah pasalnya di Ternate tidak akan pernah ada yang namanya hilang jalan, cukup mengikuti satu jalan yang ada itu maka akan keluar di satu tempat. Unik Menang sebab kota Ternate sendiri memiliki luas 111,4 kilometer persegi dan bentang jaraknya 41 kilometer. Dengan mengelilingi Ternate pengunjung akan menikmati sensasi tersendiri sebab di sisi kiri dan kanan kota Ternate akan disuguhkan hamparan Gunung dan Lautan yang melintas luas seperti menyelimuti kota maka tak ayal kota Ternate disebut sebagai Waterfront City.
Kota Ternate sendiri adalah kota yang juga banyak di sebut sebagai kota rempah-rempah ,hal ini dapat kita ketahui pada sejarah jaman penjajahan dari mulai Portugis, Spanyol hingga Belanda yang sangat tertarik dengan kota yang penuh akan rempah-rempah
Adapun peninggalan sejarah yang tersimpan di Kota Ternate juga tidak kalah menarik nya, terdapat benteng-benteng yang dulu nya pada jaman penjajahan di jadikan sebagai pertahanan dari serangan musuh-musuh dan juga sebagai tempat persembunyian dari musuh dan sebagai gudang penyimpanan rempah - rempah .
Cengkeh dan Pala memang tumbuh sangat baik dan banyak di Tanah Maluku Utara, sudah tersebar hingga Tidore dan luas wilayah maluku utara yang lainnya.
Dikutip dari Jurnal Pendidikan dan Sejarah Volume 16, No.2 September 2020 Natalia Rahman Damayanti mengatakan: “bila ditarik benang kebelakang keberadaan Ternate bermula dari berdirinya Kesultanan Ternate pada sekitar abad ke-13 yang menjadikan kota ini sebagai pusat pemerintahan hingga saat ini, kesultanan Ternate berdiri dengan mendapat banyak pengaruh islam dari para pedagang Arab dan dengan mengusung pemerintahan syariat Islam yang kemudian menjadi sebuah kekuatan kerajaan besar di Timur Nusantara, bahkan daerah kekuasaan Ternate mencapai wilayah kepulauan Marshall di Filipina.” Kesultanan Ternate termasuk satu dari dari sedikit kerajaan Islam di Indonesia yang masih eksis sampai saat ini, dan termasuk satu dari dari sedikit kerajaan tersebut. Ternate dikenal sebagai kota budaya sebab masih memiliki sistem kesultanan dan sistem pemerintahan yang berlaku. Hal ini menjadikan Ternate sebagai satu dari tempat di Indonesia yang ingin dikunjungi orang dan mempelajari kondisi sosial masyarakat di sana. Juga, kota ini memiliki dua orang yang membuat keputusan dan kebijakan untuk pembangunan dan kemajuan Kota Ternate. Tidak selalu mudah dalam berjalan dengan baik. Pasalnya, pasal tersebut menyebutkan bahwasanya pemerintah Kota Ternate harus terlebih dahulu bekerja sama dengan pihak kesultanan didalam kebijakan yang memasukkan budaya, seperti pembangunan yang harus memasukkan unsur budaya, maka dari itu Dinas Pariwisata akan terus bekerjasama dengan Pemerintahan dan Pihak Kesultanan sebab kota Ternate sangat patuh aturan yang ada pada kota Ternate.
Masyarakat pun masih mempercayai Mitos kota yang ada didalamnya, misalnya pada masjid Sultan, Terkenal sebab kesultanan yang kenyal. Hal tersebut diperkuat dengan adanya mitos larangan untuk perempuan beribadah di masjid sultan, masjid tersebut diperuntukkan hanya untuk laki-laki. sebab selain Kota Kerajaan yang masih berdiri kokoh, Ternate juga memiliki Benteng peninggalan bangsa Belanda, Portugis dan Spanyol sebab pada abad ke-15 silam Ternate juga termasuk kota jajahan guna perebutan Rempah Cengkeh dan Pala yang melimpah ruah, pada zaman perdagangan tersebut pula satu dari Sultan yang saat itu menjabat dan menyetujui segala transaksi perdagangan dengan bangsa asing Sultan Khairun Jamil dibunuh di Benteng Kastela oleh bangsa Portugis pada 28 Februari 1570, 452 tahun lalu.
Ternate selain kaya akan Nature dan History, Culture nya pun sangat mencolok menurut Rustam A Gani (Dinas Pariwisata bidang adat Se Atorang Kota Ternate pada wawancara nya yang di kutip dari Cermat.com) menyatakan Kearifan Lokal (nilai, aturan) penting bagi Kesultanan Ternate, seperti halnya Pancasila penting bagi Indonesia. Ada tiga jenis Kearifan Lokal: Adat se atorang (adat bersendikan aturan), Adat se basarung (hal-hal yang berhubungan dengan kasabarung), galib se lakudi, cing se ngare, sere de duniru, baboso se rasai, car a se ngale, ,loa se bannar, duka se cinta, baso se hornat, bari (gotong royong).
Lalu terdapat destinasi brand menurut Illianchenko (2005) Destination Branding dibagi atas tiga elemen, yakni:
Culture yakni suatu kesatuan yang kompleks dan homogen yang meliputi pengetahuan, agama, seni, moralitas, peraturan perundang-undangan, konvensi, dan kemampuan lain yang dimiliki setiap masyarakat. Menurut Goeldner et al. (2000), pariwisata yang efektif bukan hanya tentang memiliki transportasi dan infrastruktur yang lebih baik, tetapi juga tentang melestarikan cara hidup tradisional dan memasukkan citra tertentu yang membantu pengunjung, seperti barang ataupun jasa.
History ataupun sejarah, dengan menghasilkan pengalaman yang tak terlupakan bagi para pelancong, sejarah mungkin menjadi satu dari aspek yang paling menarik dan alat yang kaya (Illiachenko, 2005:6). Lokasi bersejarah, mitos, dan legenda semuanya berkontribusi pada pertemuan romantis yang menakjubkan.
Nature ataupun Alam, Tom Power (2006) berpendapat bahwasanya alasan orang melakukan perjalanan yakni guna menikmati keindahan alam, khususnya pegunungan dan laut. Iliachenko (2005) membedakan tiga komponen yang berbeda dari lingkungan yang dialami dan menganggap banyak tujuan sebagai Primer dan Tidak bisa diubah didalam hal fisiografi (alam dan tata letaknya), iklim (cuaca musiman, kelembaban ekstrem, kekeringan, dan angin), dan komunitas sebagai penduduk dan calon wisatawan.
sehingga berdasarkan nilai nilai yang disebutkan diatas termasuk Kearifan lokal berfungsi sebagai pedoman tindakan masyarakat dan sebagai komponen pengembangan masyarakat yang didasarkan pada pengetahuan lokal. Nilai-nilai ini dipandang penting guna dimasukkan ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, sebab berasal dari penciptaan, pengembangan, dan pemeliharaan berbagai nilai masyarakat. Ini yakni kompas hidup mereka (Aprianto ,2008) . Dari hal tersebut tak heran bila masyarakat masih mengagungkan hari Kamis ataupun lebih dikenal malam Jumat yang dimana di Kota Ternate sendiri akan menjadi kota yang sangat sunyi dan sepi, rangkaian aktivitas pun dibatasi, terutama pada orang dengan lanjut usia bahkan orangtua yang akan melarang anak-anak mereka keluar pada hari tersebut hingga larut malam. Mereka percaya hari tersebut termasuk hari yang kurang baik ataupun dalam bahasa setempat disebut Boboso (pamali) .
Menurut UU RI NO. 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan yakni “ada dua jenis objek wisata dan daya tarik wisata, yaitu objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa berwujud keadaan alam yaitu Flora dan Fauna dan objek daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud Museum peninggalan purbakala ataupun benteng-benteng peninggalan.” Sejarah seni dan budaya, Agrowisata, wisata baru, wisata petualangan di alam, taman rekreasi, dan taman hiburan. Selain itu, Kota Ternate sudah memenuhi standar secara total dari dua titik tersebut. Saat ini, Dinas Pariwisata Kota Ternate dengan bantuan dari pemerintah daerah sedang mengembangkan infrastruktur dan memperluas kawasan wisata di berbagai tempat wisata Kota Ternate.
Tetapi yang menjadi hambatan tersendiri saat ini kota Ternate belum dikenal khalayak sebab bentang jarak dari Ibukota Indonesia maupun dari Jakarta sangat jauh. Naik kapal memerlukan waktu 7 hari 6 Malam. Dan Pesawat dengan jarak tempuh 2 jam dan 45 menit. Maka dari itu wisatawan yang dengan niat berlibur tanpa merencanakan ingin mengunjungi kota dengan daya tarik ataupun pertimbangan khusus sangat sedikit yang memilih kota Ternate, mungkin destinasi yang lebih dekat dan terjangkau akan mereka pilih, seperti Labuan Bajo ataupun Sumba. Wilayah Timur tetapi memiliki jangkauan yang lebih mumpuni dan pemandangan yang tak kalah elok. Hal itu yang masih menjadi tugas pokok Dinas Pariwisata guna tetap mempromosikan Kota Ternate dengan infrastruktur yang ada didalamnya. Dikutip dari Meilina Abdul Halim mengenai penelitiannya yang berjudul “Studi Potensi dan prospek pengembangan pariwisata di Kota Ternate, Maluku Utara (Studi Dinas Pariwisata Kota Ternate)” dirinya menuliskan, Namun sayangnya memang masih terdapat beberapa tantangan dan permasalahan yang baru dihadapi oleh pemerintah kota Ternate yang berdampak pada pariwisata kota, Masalah-masalah ini bisa diklasifikasikan menjadi dua kategori: masalah eksternal dan masalah internal. Kesulitan eksternal antara lain kesulitan ekonomi makro yang disebabkan oleh krisis multifaset yang belum mereda, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kegiatan pariwisata yang didukung pemerintah dan persaingan yang sehat antar daerah yang memiliki potensi daya tarik wisata yang sama, sedangkan kesulitan internal antara lain kurangnya fasilitas pendukung. di area objek, kurangnya promosi, dan tidak adanya garis lintang.
Langkah-langkah yang tepat, salah satunya yakni branding, diperlukan guna menumbuhkan citra kota yang baik. Tak mau kalah dengan daerah tetangga, Dinas Pariwisata Kota Ternate baru-baru ini meluncurkan logo dan slogan baru yang diberi nama " Ternate Kota Rempah ". Diresmikan di Depan kantor walikota Ternate, Minggu 5 Desember 2021 bertepatan dengan hari jadi Kota Ternate ke-771. Konsep Branding “Ternate Kota Rempah” berasal dari filosofi kota yang menjadi pengingat bahwasanya terbentuknya Kota Ternate akibat Rempah Rempah.