Visi dan Misi PDI Perjuangan
Sebagai partai politik yang berbasis nastondlisme dan plurattsme, PDI Perjuangan telah menetapkan visi dan misi politiknya jauh sebelum era reformasi bergulir. Visi dan Misi PDI Perjuangan dirancang guna mengisi nilai-nilai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bemegara yang sesuai dengan cita-cita negara Proklamasi 17 Agustus 1945, relevan dengan nilai-nilai Pancasila serta sebangun dengan amat konstitusi UUD 1945.
Visi politik PDI Perjuangan adalah pandangan ke depan PDI Perjuangan sebagai partai politik yang berorientasi untuk mewujudkan kepentingan rakyat seperti diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan misi PDI Perjuangan yaitu melaksanakan tugas yang diemban oleh PDI Perjuangan sebagai realisasi dari visi perjuangan untuk kepentingan rakyat sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Sebagai visi perjuangan, Pancasila sebagai ideologi politik negara dianggap relevan dengan nilai-nilai perjuangan bangsa, terutama jika dikaitkan dengan krisis kehidupan bangsa beserta segala kekerasan, kerusuhan dan kecenderungan disintegrasi bangsa yang menyertainya.
Visi politik PDI Perjuangan adalah pandangan ke depan PDI Perjuangan sebagai partai politik yang berorientasi untuk mewujudkan kepentingan rakyat seperti diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan misi PDI Perjuangan yaitu melaksanakan tugas yang diemban oleh PDI Perjuangan sebagai realisasi dari visi perjuangan untuk kepentingan rakyat sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Sebagai visi perjuangan, Pancasila sebagai ideologi politik negara dianggap relevan dengan nilai-nilai perjuangan bangsa, terutama jika dikaitkan dengan krisis kehidupan bangsa beserta segala kekerasan, kerusuhan dan kecenderungan disintegrasi bangsa yang menyertainya.
Pertama, adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, yang jelas tidak menyebut satu agama tertentu. Dalam visi ini makna yang terkandung adalah adanya penghormatan terhadap setiap agama dan kebebasan beragama serta toleransi antar umat beragama dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kehidupan beragama dengan menekankan pada toleransi yang sangat besar pernah kita alami untuk jangka waktu yang cukup lama. Baru akhir-akhir ini, dalam kerusuhan dan kekerasan yang terjadi, agama dipertentangkan. Untung bahwa skalanya masih belum terlalu luas. Namun, demikian dengan mengembalikan kerukunan umat beragama melalui penghayatan sila pertama dari pancasila adalah tantangan bagi pemerintah mendatang, tetapi harus mendapat prioritas tinggi. Dari kenyataan tersebut, nampaklah bahwa bangsa Indonesia tidak kekurangan visi tentang keragaman agama, yang sekaligus juga merupakan potensi konflik. Visi jelas ada, dan penglaman mewujudkannya juga ada. Jiwa bangsa Indonesia adalah Pancasila, yang terbukti mampu menyatukan keberagaman bangsa hingga kini.
Kedua, adalah Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Nilai-nilai kemanusiaan dengan hak-hak asasi manusia yang bersifat universal yang belaku pada segala jenis kehidupan manusia di semua bangsa merupakan nilai yang harus dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tanpa menjunjung nilai-nilai kemanusiaan/HAM, maka sulit bagi kita untuk mewujudkan demokrasi, sebagai landasan untuk menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur yang menjadi cita-cita akhir kehidupan bernegara kita.
Ketiga, adalah Persatuan Indonesia. Negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau, dengan suku dan tata nilai yang beragam membutuhkan tekad dan kemauan yang besar untuk menjadi bangsa yang kuat dan bersatu. Sila persatuan adalah nilai yang memberi dasar filosofis bagi kesatuan dan persatuan bangsa atas dasar kemajemukan budaya bangsa serta perbedaan tata nilai dalam peri kehidupan masyarakat bangsa. Dalam konteks ini rakyat Indonesia sedang menghadapi tantangan yang berat, karena adanya aspirasi dari daerah-daerah tertentu yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Namun kita mengamati bahwa suara-suara tersebut tidak didasari oleh niat yang sungguh-sungguh untuk merdeka, karena pada dasarnya aspirasi daerah tersebut lebih dikarenakan pada soal “keadilan pembangunan” serta belum bisa dianggap mewakili mayoritas suara rakyat yang hidup di daerah bersangkutan.
Keempat, demokrasi yang didasarkan atas supremasi kedaulatan rakyat. Dalam hal ini, kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia mengalami kemunduran yang luasr biasa. Selama masa pemerintahan Orde Baru, demokrasi dipertontonkan dalam bentuk yang tormalis, yang ngetol disebut oleh pemerintah sebagai asas legalitas yang dipertahankan dengan cara memaksa rakyat untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemerintah dengan menggunakan saluran-saluran demokrasi yang ditentukan saluran dan mekanismenya oleh negara. Dalam realitasnya, masyarakat dan individu yang memiliki aspirasi berbeda dari yang dikehendaki pemerintah dihambat, diteror, dipenjara, diculik, atau dibunuh. Para Kader PDI Perjuangan mengalami penindasan yang cukup berat, yang mencapai puncaknya yang oleh bangsa Indonesia dan masyarakat internasional dikenal sebagai “peristiwa 27 Juli 1996”.
Kelima, adalah keadilan sosial. Visi ini mengamanatkan bahwa kemakmuran haruslah ditujukan untuk seluruh warga bangsa. Karena itu masyarakat yang kita bangun haruslah masyarakat yang bekerja keras mengejar kesejahteraan ekonomi. Akan tetapi, pengejaran kesejahteraan ekonomi yang tinggi tidak boleh hanya dinikmati oleh sekelompok kecil orang yang merupakan bagian dari keluarga atau kroni penguasa. Pengejaran kesejahteraan haruslah berjalan bersama-sama dengan prinsip keadilan sosial, yaitu dengan cara memberi kesempatan kepada seluruh warga bangsa untuk berusaha dengan menjaga agar persaingan senantiasa berlangsung wajar, jujur dan adil, antara lain melalui pengaturan undang-undang yang khusus dibuat untuk mengatur persaingan usaha yang sehat. Sudah sejak tahun 1992, PDI Perjuangan memperjuangkan isu persaingan usaha dalam bentuk rancangan undang-undang yang dinamakan “Undang-Undang Persaingan Ekonomi”.
Visi dan misi sebagaimana dikemukakan di atas merupakan cita-cita yang harus dijunjung tinggi, namun dalam pelaksanaan kegiatannya sering kali menyimpang dari cita-cita sebagaimana yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945. Dengan adanya berbagai penyelewengan terhadap nilai-nilai yang tertuang dalam pancasila dan UUD 1945 bukanlah pemahaman yang tidak baik bahwa nilai-nilai yang dipahami oleh pemerintah Soeharto terlihat jelas dari berbagai kebijasanaakan resmi pidato-pidato kenegaraan Presiden Soeharto yang secara prinsip sebenarnya dengan Pancasila dan UUD 1945. Masalahnya, dalam takaran pelaksanaanya. terjadi penyimpangan dari visi dan misi seperti telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa kita. Pelaksanaan yang menyimpang dari nilai-nilai universal yang dianggap baik disebabkan oleh mentalitas dan moralitas elite yang korup banyak faktor yang sifatnya teknokratik operasional dapat dikemukakan, yang jelas-jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip good governance, yang jelas melanggar perundang-undangan yang berlaku, dan bahkan bertentangan dengan akal sehat dan hati nurani. Jika kita teriusuri sampai kepada akar masalahnya, maka hal itu tak lain disebabkan oleh mental dan moral para pengelola negara dan elite bangsa kita yang sudah sangat korup.
Karena itu sebagai misi terpenting bagi perjuangan PDI Perjuangan adalah pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme, seharusnya diawali dari atas. Pemerintahan mendatang mutlak harus terdiri dari orang-orang di dalam sejarah hidup atau jejak rekam (track record)-nya tidak pemah melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta kronisme. Dari kabinet seperti itu, setahap demi setahap birokrasi negara dan aparatumya harus dibersihkan dari berbagai perilaku KKN dan kronilsme.