Ilmu Pengetahuan dan Penelitian
PENGETAHUAN DAN ILMU
Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna, dalam memahami alam sekitarnya terjadi proses yang bertingkat dari pengetahuan (sebagai hasil dari tahu manusia), ilmu, dan filsafat.
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekadar menjawab pertanyaan ~what”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya.
Sedangkan ilmu (science bukan sekadar menjawab “what " melainkan akan menjawab pertanyaan “why”dian. “how,“, misalnya mengapa air mendidih bila dipanaskan, mengapa bumi berputar, mengapa manusia bernafas, dan sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu. Perlu dibedakan di sini antara pengetahuan dan keyakinan, walaupun keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat.
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekadar menjawab pertanyaan ~what”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya.
Sedangkan ilmu (science bukan sekadar menjawab “what " melainkan akan menjawab pertanyaan “why”dian. “how,“, misalnya mengapa air mendidih bila dipanaskan, mengapa bumi berputar, mengapa manusia bernafas, dan sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu. Perlu dibedakan di sini antara pengetahuan dan keyakinan, walaupun keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat.
Baik pengetahuan maupun keyakinan, keduanya merupakan respons mental seseorang dalam hubungannya objek tertentu yang disadari sebagai ‘ada’ atau terjadi. Hanya saja, dalam hal keyakinan, objek yang disadari sebagai ‘ada’ tersebut tidak perlu harus ada sebagaimana adanya. Sedangkan dalam hal pengetahuan, objek yang disadari memang harus ada’ sebagaimana adanya. Dengan demikian, pengetahuan tidak sama dengan keyakinan, karena keyakinan dapat saja keliru tetapi sah sebagai keyakinan. Artinya apa yang disadari (diyakini) sebagai ada, ternyata tidak ada dalam kenyataannya. Tetapi untuk pengetahuan tidak demikian, pengetahuan dapat salah atau keliru, karena bila suatu pengetahuan ternyata salah atau keliru, tidak dapat dianggap sebagai pengetahuan. Sehingga apa yang dianggap pengetahuan tersebut berubah statusnya menjadi keyakinan saja.
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa pengetahuan hanya sekadar menjawab pertanyaan tentang ‘apa’-nya objek atau ‘ada’ serta yang ‘apa’-nya yang terjadi. Sedangkan ilmu tidak hanya sekadar menjawab ‘apa’-nya ‘ada’ atau yang terjadi, tetapi menjawab mengapa dan bagaimana sesuatu tersebut terjadi. Apabila pengetahuan itu mempunyai sasaran yang tertentu, mempunyai metode atau pendekatan untuk mengkaji objek tersebut sehingga memperoleh hasil yang dapat disusun secara sistematis dan diakui secara universal, maka terbentuklah ilmu, atau lebih sering disebut ilmu pengetahuan. Penggunaan istilah ilmu pengetahuan sebenarnya berlebihan, yang sebenarnya cukup disebut ilmu (Science) saja. Dengan perkataan lain, pengetahuan itu dapat berkembang menjadi ilmu apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Mempunyai objek kajian,
b. Metode pendekatan,
c. Disusun secara sistematis,
d. Bersifat universal (mendapat pengakuan secara umum).
Istilah ilmu atau ‘ science' merupakan istilah yang mempunyai makna ganda. Menurut cakupannya, ilmu merupakan terminologi umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai suatu kebulatan. Ilmu merupakan terminologi umum yang mengacu kepada ilmu yang seumumnya (ilmu pada umumnya). Sedangkan arti yang lain, ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari sesuatu pokok masalah tertentu. Dalam hal ini ilmu berati menunjuk suatu cabang ilmu khusus, misalnya: biologi, ilmu alam, ilmu sosial, ilmu bumi (geografi), antropologi, sosiologi, ilmu ekonomi, dan
ILMU DAN FILSAFAT
Dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, sebelum munculnya ilmu telah berkembang filsafat terlebih dahulu. Filsafat berasal dari kata Hio dan sofia (bahasa Yunani). FiJoartinya cinta atau menyenangi dan sofia artinya bijaksana. Konon orang yang selalu mendambakan kebijaksanaan adalah orang-orang yang pandai, orang yang selalu mencari kebenaran. Dalam mencari kebenaran ini mereka mendasarkan kepada pemikiran dan logika, dan bahkan berspekulasi. Hal ini terjadi pada zaman sebelum ilmu berkembang. Hasil pemikiran mereka ini kemudian menjadi tantangan bagi para ilmuwan selanjutnya, di mana dalam menemukan kebenaran lebih mementingkan penemuan-penemuan empiris, bukan hanya hasil pemikiran atau logika semata. Logika bukan sebagai metode untuk menemukan atau mencari kebenaran tersebut. Dapat dikatakan bahwa lahirnya ilmu adalah karena ketidakpuasan para pemikir zaman dahulu terhadap pertemuan kebenaran oleh para filosof, sehingga dapat dikatakan bahwa ilmu merupakan bentuk-bentuk perkembangan filsafat. Selanjutnya dikatakan bahwa filsafat merupakan induk dari ilmu.
Pada mulanya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari dua cabang utama, yakni filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam cabang ilmu-ilmu sosial (socials ciences). Selanjutnya ilmu-ilmu alam membagi diri menjadi dua kelompok lagi, yakni ilmu alam (physical sciences) dan ilmu hayat (biological sciences). Ilmu-ilmu sosial berkembang agak lambat dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam.
Ilmu sosial yang mula-mula berkembang adalah antropologi, psikologi, ekonomi, sosiologi, dan ilmu politik. Selanjutnya, baik cabang-cabang ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial bercabang-cabang lagi sehingga sampai pada saat ini terdapat sekitar 650 cabang ilmu.
Meskipun filsafat telah berkembang menjadi bermacam-macam ilmu, namun filsafat sendiri tidak tenggelam, bahkan ikut berkembang pula seirama dengan perkembangan ilmu. Dalam arti, yang operasional lilsafat adalah suatu pemikiran yang mendalam sampai ke akar-akarnya terhadap suatu masalah atau objek kajian. Sesuai dengan perkembangan lilsafat dan pengertiannya, maka muncul berbagai macam filsafat, antara lain: filsafat alam (metafisika), filsafat ketuhanan (theologia), lilsafat manusia, filsafat ilmu, dan sebagainya.
Dalam perkembangan selanjutnya, filsafat adalah suatu ilmu; yang lingkup kajiannya tidak hanya terbatas pada fakta-fakta saja, tetapi munpai jauh di luar fakta, sampai batas kemampuan logika manusia.
IImu mengkaji kebenaran dengan bukti logika atau j alan pikiran manusia.
Dengan perkataan lain, batas kajian ilmu adalah fakta, sedangkan batas kajian filsafat adalah logika atau daya pikir manusia. Ilmu menjawab ¡tlits pertanyaan "What" dan "How” sedangkan filsafat menjawab I icrtanyaan "Whyand Whyund Whay”dan seterusnya sampai jawaban paling akhir yang dapat diberikan oleh pikiran atau budi manusia.
Dalam perkembangan filsafat menjadi ilmu terdapat taraf peralihan. Dalam taraf peralihan ini maka bidang pengkajian filsafat menjadi lebih sempit, tidak lagi menyeluruh, tetapi sektoral. Di sini orang tidak lagi mempermasalahkan moral secara keseluruhan, melainkan mengaitkannya dengan kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kemudian berkembang menjadi ilmu ekonomi. Namun demikian, dengan taraf ini secara konsepsual ilmu masih mendasarkan diri pada norma-norma filsafat.'Misalnya ekonomi, masih merupakan penerapan etika (appleid ethics) dalam kegiatan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Metode yang dipakai adalah normatif dan deduktif (berpikir dari hal-hal yang umum ke yang bersifat khusus) berdasarkan asas-asas moral yang filsafati. Pada tahap selanjutnya ilmu menyatakan dirinya otonom dari konsep-konsep filsafat dan bertumpu sepenuh jiya pada hakikat alam sebagaimana adanya. Pada tahap peralihan, ilmu masih mendasari diri pada norma yang seharusnya, sedangkan dalam tahap terakhir ilmu didasarkan atas penemuan-penemuan.
Sehingga dalam menyusun teori-teori ilmu pengetahuan tentang alam dan isinya ini, maka manusia tidak lagi mempergunakan metode yang bersifat normatif dan deduktif, tetapi kombinasi antara deduktif dan induktif (berpikir dari hal-hal yang khusus kepada hal-hal yang bersifat umum), dengan jembatan yang berupa pengujian hipotesis. Selanjutnya proses ini dikenal sebagai “Metoda deducto hipotético verivikadf’, dan metode ini dipakai sebagai dasar pengembangan metode ilmiah yang lebih dikenal dengan Metode Penelitian. Selanjutnya melalui atau menggunakan metode ilmiah ini akan menghasilkan ilmu.
August Comte (1798-1857) membagi tiga tingkat perkembangan ilmu pengetahuan tersebut di atas ke dalam tahap religius, metafisik, dan ilmiah. Hal ini dimaksudkan dalam tahap pertama maka asas religilah yang dijadikan postulat atau dalil ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi (deducto). Dalam tahap kedua orang mulai berspek|iasi berasumsi, atau membuat hipotesis-hipotesis tentang metafisika (keberadaan) wujud yang menjadi objek penelaahan yang terbahas dari dogma religi, dan mengembangkan sistem pengetahuan berdasarkan postulat metafisika tersebut (hipotético). Sedangkan tahap ketiga adalah tahap pengetahuan ilmiah, di mana asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif dulam proses verifikasi yang objektif (verifikatif).
ILMU DAN PENELITIAN
Dari uraian terdahulu telah dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah , suatu pengetahuan yang terurai secara sistematis dan terorganisasi, mempunyai metode dan bersifat universal. Sedangkan penelitian adalah suatu usaha penyelidikan yang hati-hati dan secara teratur terhadap suatu objek tertentu untuk memperoleh suatu kebenaran atau bukti kebenaran. Dari batasan ilmu dan penelitian ini, dapat ditarik suatu hubungan bahwa dalam menyusun suatu pengetahuan yang sistematis, dan untuk mencapai sifat yang universal, ilmu memerlukan metoda tertentu yang disebut penelitian. Almack (1930) menyebut hubungan ilmu dan penelitian ini sebagai “hasil” dan “proses”. Penelitian adalah prosesnya, sedangkan ilmu adalah “hasil” dari proses iersebut.
Namun Whitney (1960) berpendapat lain, bahwa ilmu dan penelitian adalah sama-sama suatu proses, sedangkan hasil dari proses tersebut adulah “kebenaran” (truih). Pendapat Whitney ini beralasan karena memang ilmu itu tidak stuti.s, tetapi berkembang, dan dalam empiris. Oleh sebab itu penelitian pada prinsipnya adalah metode ilmu pengetahuan (scien tific method).
LANDASAN ILMU
Filsafat ilmu merupakan kajian atau telaah secara mendalam terhadap hakikat ilmu. Oleh sebab itu filsafat ilmu ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu tersebut, seperti:
- Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana ujud hakiki objek tersebut? Bagaimana hubungan objek dengan daya tangkap manusia {misalnya: berpikir, merasa, mengindra)?
- Bagaimana proses yang memungkinkan timbulnya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apa kriterianya? Cara, teknik, atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?
- Untuk apa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana hubungan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dan norma-norma moral/ profesional?
Ketiga kelompok pertanyaan tersebut merupakan landasan-landasan ilmu, yakni kelompok pertama merupakan landasan ontologi, kelompok kedua merupakan landasan epistemologi, dan kelompok yang terakhir merupakan landasan aksiologis. Secara singkat uraian landasan ilmu itu adalah sebagai berikut:
- Landasan Ontologis. Adalah tentang objek yang ditelaah ilmu. Hal ini berarti tiup ilmu harus mempunyai objek telaahan yang jelas. Dikarenakan diverifikasi ilmu terjadi atas dasar spesifikasi objek telaahannya, maka tiap disiplin ilmu mempunyai landasan ontologi yang berbeda.
- Landasan Epistemologi. Adalah cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah objek sehingga diperoleh ilmu tersebut. Secara umum metode ilmiah pada dasarnya untuk semua disiplin ilmu, sama, yaitu berupa proses kegiatan induksi-deduksi-verifikasi seperti telah diuraikan sebelumnya.
- Landasan Aksiologi. Adalah berhubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Dengan perkataan lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu terhadap pengembangan ilmu itu untuk peningkatan kualitas hidup manusia.
SARANA BERPIKIR ILMIAH
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tidak dapat dilakukan.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini seyogianya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan langkah tersebut. Dengan jalan ini maka kita akan sampai pada hakikat sarana yang sebenarnya, sebab sarana merupakan alat yang membantu dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kata lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh. Dalam proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini merupakan bidang studi tersendiri. Untuk hal ini kita harus memperhatikan dua hal.
Pertama, sarana ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, dalam pengertian bahwa surau« ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui, salah satu di antara ciri-ciri ilmu umpamanya adalah penggunaan induksi dan deduksi dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya. Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa ilmu mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuannya yang berbeda dengan sarana berpikir ilmiah.
Kedua, tujuan mempelajari, sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita dapat menelaah ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk dapat memecahkan masalah kita sehari-hari. Dalam hal ini maka sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode ilmiah. Jelaslah bahwa mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya, sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah memban tu proses metode ilmiah, dan bahkan merupakan ilmu tersendiri.
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah, dan untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dilihat dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri pada proses logika deduktif dan induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif ini, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakikatnya merupakan pengumpulan fakta untuk menolak atau menerima hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah. Sebagai resume dari pengkajian mengenai hakikat sarana berpikir ilmiah, peranan masing m;isi 1w rana berpikir tersebut disajikan dalam bagan berikut ini.