Manusia pada dasarnya mempunyai sifat ingin tahu mana yang benar. Untuk memenuhi rasa keingin tahuan itu, manusia sudah sejak zaman dahulu telah berusaha mengumpulkan pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan itu sendiri pada dasarnya terdiri dari kumpulan sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang tengah di hadapi. Cara mendapatkan pengetahuan tersebut bisa melalui pengalaman diri sendiri maupun pengalaman dari orang lain.
Bermula adanya sejarah kehidupan manusia di bumi ini, manusia telah berusaha mengumpulkan data dan fakta, dari data dan fakta tersebut kemudian disusun menjadi sebuah kesimpulan dan dari kesimpulan inilah tersusunnya suatu teori. Teori yang didapat tersebut dijadikan sebagai panduan / acuan untuk memahami gejala-gejala alam dan kemasyarakatan yang lain. Seiring dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, teori-teori tersebut makin lama makin berkembang, baik kualitas maupun kuantitasnya, seperti yang ada sekarang ini sudah bisa dirasakan.
Bermula adanya sejarah kehidupan manusia di bumi ini, manusia telah berusaha mengumpulkan data dan fakta, dari data dan fakta tersebut kemudian disusun menjadi sebuah kesimpulan dan dari kesimpulan inilah tersusunnya suatu teori. Teori yang didapat tersebut dijadikan sebagai panduan / acuan untuk memahami gejala-gejala alam dan kemasyarakatan yang lain. Seiring dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, teori-teori tersebut makin lama makin berkembang, baik kualitas maupun kuantitasnya, seperti yang ada sekarang ini sudah bisa dirasakan.
Dalam memperoleh pengetahuan secara garis besarnya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu :
Cara Memperoleh Kebenaran Nonilmiah
Cara kuno atau tradisional ini dipakai oleh orang zaman dahulu untuk memperoleh kebenaran akan pengetahuan. Ini dilakukan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara Non ilmiah ini adalah cara memperoleh ilmu pengetahuan tanpa adanya penelitian. Periode-periodenya meliputi :
a. Cara Coba Salah Trial and Error
Cara mendapatkan pengetahuan ini adalah dengan cara praktek coba-coba atau dengan kata lain dikenal dengan "trial and error". Cara ini dipakai sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Pada saat itu apabila seseorang menghadapi suatu masalah, upaya pemecahan yang dilakukan adalah dengan coba - coba saja. Coba-coba ini dilakukan berdasarkan kemungkinan-kemungkinan, kalau kemungkinan pertama tidak berhasil makan di coba dengan kemungkinan yang ke dua. Apabila kemungkinan kedua ternyata juga tidak berhasil di coba lagi dengan kemungkinan ke empat serta begitu seterusnya sampai menemukan sebuah kesimpulan sehingga masalah yang dihadapi mendapat solusi pemecahannya. Maka dari itu disebut dengan metode coba salah. Contohnya Alfa Edison menemukan sebuah lampu, dengan mencoba ratusan kali gagal namun hasil akhirnya dapat di nikmati sekarang ini.
Metode coba-coba ini sudah dipakai dalam waktu yang cukup lama dalam memecahkan berbagai macam persoalan bahkan sampai sekarang masih sering digunakan, terutama bagi mereka yang belum tahu atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
Dari metode ini kelihatanlah bahwa watak dasar manusia itu mempunyai rasa ke ingin tahuan yang dalam tentang sesuatu.
b. Cara Kebetulan
Penemuan pengetahuan secara kebetulan atau tidak disengaja oleh seseorang. Contohnya adalah informasi dari mulut ke mulut bahwa kina bisa di jadikan sebagai obat penyembuhan penyakit malaria. Konon, khabarnya kina ditemukan sebagai obat penyakit malaria adalah secara kebetulan oleh seorang penderita malaria yang sering mengembara. Pada suatu hari ketika sedang mengembara dari hutan ke hutan di tengah perjalanan dia kehausan dan minum air parit yang begitu jernih, namun rasanya sangat pahit sekali. Tapi anehnya, semenjak minum air tersebut penyakit malarianya tidak kambuh lagi, sehingga akhirnya ia melakukan penyelidikan ke sepanjang parit itu dan ditemukannya pohon kina yang tumbang terendam di dalam parit tersebut. Dari kejadian tersebut ia berkesimpulan bahwa kulit kayu kina dapat di jadikan sebagai obat malaria.
c. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, sering kali kita menemui kebiasaan-kebiasaan atau tradisi-tradisi yang dilakukan oleh seseorang tanpa memakai penalaran apakah yang di lakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Misalnya, mengapa ibu yang sedang menyusui harus minum jamu, mengapa anak tidak boleh makan telur dan lain sebagainya.
Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja tapi juga terjadi pada masyarakat modern. Para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintahan, tokoh agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada dasarnya mempunyai cara atau mekanisme yang sama dalam penemuan pengetahuan. Prinsip inilah yang kemudian di terapkan pada masyarakat dengan adanya pengaruh kekuasan mereka.
d. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Ada pepatah mengatakan "Pengalaman adalah guru yang baik" pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman adalah suatu cara dalam memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh karena itu pengalaman pribadipun digunakan sebagai upaya dalam memperoleh pengetahuan. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengulang-ulang kembali pengalaman yang didapatkan dalam memecahkan suatu persoalan yang sedang dihadapi pada masa yang sudah lalu. Contohnya Seorang penduduk desa yang menderita demam sembuh dengan meminum air daun pepaya, maka pengalaman tersebut di sebarluaskan kepada masyarakat terutama yang sedang mengalami penyakit demam.
e. Cara Akal Sehat (Common Sense)
Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori , atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para orang tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasihat orang tuanya, atau agar anak disiplin menggunakan cara hukuman fisik bila anaknya berbuat salah, misalnya dijewer telinganya atau dicubit. Ternyata cara menghukum anak ini sampai sekarang berkembang menjadi teori atau kebenaran, bahwa hukuman adalah merupakan metode (meskipun bukan yang paling baik) bagi pendidikan anak. Pemberian hadiah dan hukuman (.reward and punishment) merupakan cara yang masih dianut oleh banyak orang untuk mendisiplinkan anak dalam konteks pendidikan.
f. Kebenaran Melalui Wahyu
Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh pengiku pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional atau tidak. Sebab kebenaran ini diterima oleh para Nabi adalah sebagai wahyu dan bukan karena hasil usaha penalaran atau penyelidikan manusia.
g. Kebenaran secara Intuitif
Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui proses di luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir. Kebenaran yang diperoleh melalui intuitif sukar dipercaya karena kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan yang sistematis. Kebenaran ini diperoleh seseorang hanya berdasarkan intuisi atau suara hati atau bisikan hati saja.
h. Melalui Jalan Pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.
Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan-pernyataan yang d i kemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan. Apabila proses pembuatan kesimpulan itu melalui pernyataan-pernyataan khusus kepada yang umum dinamakan induksi. Sedangkan deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan -pernyataan umum kepada yang khusus.
i. Induksi
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Hal ini berarti dalam berpikir induksi pembuatan kesimpulan tersebut berdasarkan pengalaman - pengalaman empiris yang ditangkap oleh indra. Kemudian disimpulkan ke dalam suatu konsep yang memungkinkan seseorang untuk memahami suatu gejala. Karena proses berpikir induksi itu beranjak dari hasil pengamatan indra atau hal hal yang nyata, maka dapat dikatakan bahwa induksi beranjak dari hal-hal yang konkret kepada hal-hal yang abstrak.
Proses berpikir induksi dikelompokkan menjadi dua, yakni induksi sempurna dan induksi tidak sempurna. Induksi sempurna terjadi apabila kesimpulan diperoleh dari penjumlahan dari kesimpulan khusus. Misalnya, masing-masing atau tiap-tiap anak yang lahir prematur perkembangannya lambat. Jadi kesimpulannya, semua anak yang lahir prematur perkembangannya lambat. Proses berpikir induksi ini terjadi apabila dalam proses berpikir tersebut menggunakan hasil pengamatan terhadap seluruh kejadian khusus yang berhubungan dengan satu hal, karena itu disebut induksi sempurna atau lengkap. Dalam hal ini proses berpikir berusaha mengidentifikasi seluruh subjek yang menjadi anggota objek yang diamati secara satu per satu, kemudian keseluruhan objek itu diidentifikasi pula keumumannya (kesamaan-kesamaannya dalam sesuatu hal) dan ditarik kesimpulan umumnya.
Sedangkan induksi tak sempurna terjadi apabila kesimpulan tersebut diperoleh dari lompatan, dari pernyataan-pernyataan khusus. Hal ini berarti bahwa dasar dari kesimpulan tersebut bukan penjumlahan dari tiap-tiap subjek yang diamati, melainkan hanya beberapa subjek saja sebagai sampel. Misalnya:
Indonesia negara berkembang, IMR-nya tinggi.
India negara berkembang, IMR-nya tinggi
Tanzania negara berkembang, IMR-nya tinggi
Brazilia negara berkembang, IMR-nya tinggi
Jadi semua negara berkembang, IMR-nya tinggi
Pernyataan-pernyataan khusus yang dipakai landasan untuk membuat keputusan tersebut hanya sebagian kecil dari negara berkembang saja, bukan negara berkembang seluruhnya.
j. Deduksi
Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan umum ke khusus. Aristoteles (384-322 SM) mengembangkan cara berpikir deduksi ini ke dalam suatu cara yang disebut “silogisme”. Silogisme ini merupakan suatu bentuk deduksi yang memungkinkan seseorang untuk dapat mencapai kesimpulan yang lebih baik. Di dalam proses berpikir deduksi berlaku bahwa sesuatu yang dianggap benar secara umum pada kelas tertentu, berlaku juga kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi pada setiap yang termasuk dalam kelas itu. Di sini terlihat proses berpikir berdasarkan pada pengetahuan yang umum mencapai pengetahuan yang khusus. Silogisme sebagai bentuk berpikir deduksi yang teratur terdiri dari tiga pernyataan atau proposisi, yaitu: Pernyataan pertama disebut premis mayor, yang berisi pernyataan yang bersifat umum. Pernyataan kedua yang sifatnya lebih khusus daripada pernyataan yang pertama disebut premis minor. Sedangkan pernyataan ketiga yang merupakan kesimpulannya, disebut konklusi atau konsekuen.
Contoh:
Semua anak yang status gizinya baik, cerdas (Premis Mftyor). Ruli status gizinya baik (Premis Minor)
Jadi Ruli adalah anak yang cerdas (Konklusi).
Silogisme dibagi menjadi dua macam, yakni silogisme kategoris dan silogisme hipotesis. Yang dimaksud dengan silogisme kategoris ialah proses berpikir, dengan melakukan penyelidikan identitas (kesamaan) atau diversitas (perbedaan) dua konsep objektif, dengan membandingkan ketiga konsep secara berturut-turut.
Contoh:
Semua penderita malaria mengalami kekurangan darah Pak Ali penderita malaria Pak Ali kekurangan darah.
Sedangkan silogisme hipotesis ialah silogisme, di mana premis mayornya merupakan pernyataan hipotesis, dan premis minornya mengakui atau menolak salah satu atau bagian dari premis mayor lersebut. Oleh sebab itu, silogisme hipotesis ini terdiri dari tiga macam, yakni silogisme kondisional, silogisme disjungtif (pemisahan), dan silogisme kon/ungtif (penghubung). Silogisme hipotesis kondisional ialah silogisme, di mana premis mayornya berbentuk suatu keputusan bersyarat, yang dirumuskan dengan kata-kata: jika, apabila, atau maka.
Contoh:
Apabila Minah mendapatkan imunisasi polio, ia tidak cacat. Minah tidak cacat. Jadi Minah telah mendapat imunisasi polio.
Silogisme pemisahan ialah silogisme, di mana premis mayornya berbentuk hipotesis yang bersifat memisahkan.
Contoh:
Didi atau Dudung yang kekurangan gizi.
Didi berat badannya normal.
Jadi Dudung kekurangan gizi.
Sedangkan silogisme penghubung, adalah silogisme yang premis mayornya berbentuk pernyataan yang menghubungkan.
Contoh:
Tidak mungkin ibu hamil yang gizinya baik menderita anemia.
Ibu Ani hamil, gizinya baik.