Latar Belakang, India Melirik Kearah Timur, Orientasi Hubungan Antar Negara Kawasan Asia, Look East Policy (LEP)
Latar Belakang
Look East Policy (LEP) kembali membuka pandangan para pembuat kebijakan India untuk mereorientasi hubungan negara tersebut, dari yang sebelumnya tertutup dan dalam beberapa aspek cenderung lebih dekat ke arah Barat terutama pada masa Perang Dingin, menjadi lebih intensif ke arah Timur, yaitu wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur.
Kebijakan ini digagas sebagai bentuk keinginan India untuk mencapai kepentingan nasional dengan jalan meningkatkan hubungan kerjasama yang lebih mendalam dengan negara-negara di wilayah Asia. Dapat dikatakan bahwa Look East merupakan bentuk yang sedikit berlawanan dari Look West, sekaligus penyesuaian pandangan yang melihat bahwa kawasan Timur saat ini turut memberi nilai strategis yang sangat penting dalam politik luar negeri India.
Seperti yang disampaikan oleh Menteri Pertambangan dan Pembangunan Wilayah Timur Laut, Shri B.K. Handique, yang mengatakan bahwa rasionalitas dalam membentuk LEP bertujuan untuk memperlebar cakupan ekonomi India, yang juga mungkin dapat menguntungkan baik India dan negara-negara tetangga di wilayah timur dan tenggara Asia.
LEP juga ditujukan untuk berbagai kepentingan yang bervariasi, semisal peningkatan hubungan internasional, promosi perdagangan dan investasi serta pertukaran kebudayaan. Sebagai wujud re-orientrasi hubungan India dengan kawasan Asia, India menyambut antusias pelembagaan hubungan yang lebih erat terutama dengan Association Of South East Asian Nations (ASEAN), yang sejak awal telah menerima manuver politik India dalam kerangka LEP. Konkritnya, India telah menjadi mitra wicara penuh ASEAN sejak KTT ke-5 ASEAN di Bangkok, Thailand tanggal 14-15 Desember 1995 setelah sebelumnya menjadi Mitra Wicara Sektoral sejak 1992.
Pada KTT ke-1 ASEAN-India di Phnom Penh, Kamboja tanggal 5 November 2002, para Pemimpin ASEAN dan India menegaskan komitmen untuk meningkatkan kerja sama dalam bidang perdagangan dan investasi, pengembangan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi informasi dan kontak antar masyarakat. Komitmen ASEAN dan India tersebut dikukuhkan melalui penandatanganan ASEAN – India Partnership for Peace, Progress and Shared Prosperity and Plan of Action pada KTT ke-3 ASEAN –India di Vientiane, Laos tanggal 30 November 2004.
Pada pertemuan tingkat tinggi ASEAN+1 (India) bulan Oktober 2003 di Bali,3 ASEAN mengakui akan pentingnya kehadiran India serta mengharapkan paritisipasi aktif India untuk terlibat langsung dalam upaya pembangunan sumber daya yang ada di ASEAN, secara khusus di Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam, yang tergabung dalam Greater Mekong Subregion (GMS). Pernyataan ini disampaikan pada saat pelaksanaan ASEAN – India Summit, di mana India diharapkan dapat menjadi mitra langsung yang dapat berperan dalam pembangunan yang meliputi kemampuan bahasa Inggris, pembinaan Usaha Kecil dan Menengah, bidang teknologi komunikasi, dan pengembangan piranti lunak. India sendiri merupakan mitra dagang ketujuh terbesar bagi ASEAN. Dari sisi investasi, Foreign Direct Investment (FDI) dari India ke ASEAN pada tahun 2007 mencatat nilai US$ 641 juta, atau merupakan yang tertinggi sejak tahun 2000. Sementara perdagangan antara ASEAN - India cenderung mengalami peningkatan yang positif. Dari tahun 2005 hingga tahun 2007, perdagangan ASEAN – India meningkat sebesar 28% per tahun. Ekspor ASEAN ke India antara 2005 – 2007 meningkat sebesar 31%, yang merupakan peningkatan terbesar yang dialami ASEAN dengan mitra dagangnya.
Keseriusan implementasi LEP di kawasan ASEAN, semakin diperdalam dengan membentuk kerjasama sub-regional dengan empat anggota baru ASEAN yaitu Kamboja (Cambodia), Laos (Lao PDR), Myanmar, Vietnam (CLMV) ditambah dengan Thailand, dalam mekanisme Mekong – Ganga Cooperation (MGC) atau yang kemudian dikenal juga sebagai Mekong – Ganga Cooperation Initiative (MGCI).6 disepakati pada 10 Nopember 2000, di Vientiane, dalam MGC Secara umum, kerjasama MGCI menekankan upaya peningkatan mutu sektoral pada empat area utama, yaitu pariwisata, kebudayaan, pendidikan, serta transportasi, dengan tujuan membentuk fondasi yang kokoh demi kepentingan perdagangan dan investasi dalam jangka panjang di kawasan tersebut.
Guna meningkatkan efisiensi kerjasama serta pencapaian hasil yang dinamis, kerangka kerja MGCI telah membagi sektor-sektor kerjasama secara merata kepada seluruh anggota, dengan harapan bahwa kerjasama ini dapat berjalan dengan baik dan secara aktif, sekaligus dapat memacu seluruh anggota
untuk memainkan peranan yang signifikan. Pembagian kerjasama sektoral MGCI ini meliputi mekanisme kerja yang terdiri dari Annual Ministerial Meeting, dengan lima Kelompok Kerja, yang dipimpin oleh masing-masing anggota.
Meski rancangan model kerjasama India – Mekong dalam mekanisme MGCI diproyeksikan dapat memberi manfaat bagi kedua belah pihak, namun keputusan India yang membentuk kerjasama MGCI, yang bersandingan dengan kerjasama India – ASEAN yang sudah lebih dulu mapan bukanlah kebijakan yang tidak memiliki beban serta resiko (secara anggaran atau beban formal lainnya) yang harus disediakan sebagai bagian dari tanggung jawab, khususnya oleh India. Sekurang-kurangnya ada lima tantangan serius yang harus dihadapi oleh India dalam langkahnya menjalin kerjasama dengan kelompok negara inferior seperti CLMV.
Pertama. Dengan membentuk kerjasama dua langkah (India – ASEAN / India – CLMV) maka resiko yang tak terhindarkan adalah India harus menyediakan beban pendanaan kegiatan formal dan opersional komunikasi dan kerja dengan seluruh anggota MGCI, selain beberapa bentuk beban pendanaan lain-lain yang harus diupayakan oleh India untuk menjalankan kebijakan dua mata ini. Meskipun beban lain juga ditanggung oleh anggota-anggota lainnya.
Kedua. Kinerja India dalam hubungan terhadap ASEAN bisa jadi dapat mengalami gangguan atau menimbulkan preseden negatif dari anggota ASEAN lainnya, yang menganggap India memiliki agenda lain di luar ASEAN yang justru mendorong India untuk lebih proaktif terhadap kepentingan dalam sub-ASEAN. Sebagai contoh, kenyataan bahwa India telah memperluas hubungan perdagangan secara timbal-balik dengan Myanmar, namun kurang aktif dengan anggota CLV dan ASEAN lainnya secara umum dapat dianggap sebagai tanda kurangnya prioritas kepentingan India di wilayah ASEAN secara keseluruhan.
Ketiga. Dalam hal politik, tantangan yang cukup signifikan dihadapi oleh India melalui kemungkinan munculnya persaingan terbuka antara India dengan Cina, baik di wilayah ASEAN maupun Sub-ASEAN, yaitu GMS. Seperti halnya India yang semakin menyadari pentinganya memanfaatkan globalisasi dengan melihat nilai strategis yang dimiliki oleh Asia Tenggara, Cina yang telah lebih dahulu melesat dalam pasar ekonomi global dengan keterbukaan pasarnya juga telah membangun hubungan yang intensif dengan ASEAN.
Intensifikasi hubungan juga dilakukan oleh Cina secara sub-regional terhadap CLMV. Intensifikasi kerjasama terutama di bidang perdagangan menjadi titik berat hubungan ini. Cina menjadi aktif di wilayah Mekong karena Yunnan, salah dari propinsi di wilayah perbatasaan Cina – Asia Tenggara, juga merupakan bagian dari wilayah Mekong. Cina melihat ASEAN dan sub-subnya sebagai pasar modal sekaligus pasar tuju dari banjir produksi dalam negerinya, yang mana hal tersebut jelas menjadi kepentingan yang sangat signifikan bagi Cina. Asumsi bengkaknya pembiayaan transaksi proyek dan pertemuan formal atau stimulan yang didasarkan pada posisi India sebagai central player dan initiator dalam kerjasama MGCI.
Namun pada perkembangan selanjutnya, hubungan ekonomi kedua pihak menunjukkan kecenderungan yang menurun. Hal ini disebabkan oleh kondisi ketimpangan kemampuan industri kedua pihak, dimana pada akhirnya Cina justru memainkan peranan dominan sebagai produsen – eksportir, meninggalkan CLMV sebagai objek pasar tanpa dapat mengimbangi produksi dan ekspor Cina. Masalah yang kurang lebih serupa dapat saja dialami India dalam MGCI. Secara ekonomi, ASEAN dan CLMV merupakan wilayah yang memiliki nilai penting bagi Cina. Inipun masih ditambah dengan kepentingan yang bersifat geografis mengenai jalur perdagangan darat serta akses perairan Cina yang bersinggungan dengan beberapa negara ASEAN termasuk CLMV.
Oleh karenanya, masuknya kekuatan baru yang berusaha mendekati ASEAN dan anggotanya merupakan ancaman terhadap eksistensi kekuatan dan keuntungan bagi Cina. Terlebih sejak 2005, India telah menyepakati perjanjian dengan Amerika Serikat untuk tidak menjalin hubungan segitiga dengan Rusia dan Cina, yang mana hal tersebut secara otomatis membuat India berada pada posisi yang tidak bisa begitu saja akrab dengan Cina dan berdampak sebaliknya.
Keempat. Belajar dari pengalaman hubungan Cina – CLMV, potensi gagalnya kerjasama secara kolektif cenderung lebih besar, yang dapat mendorong munculnya konsentrasi pada model bilateralisme. CLMV belum semapan seperti negara anggota ASEAN lain, baik dari paritas daya beli dan kapasitas produksi.
Bahkan Menlu Vietnam, Nguyen Dy Nien, mengakui bahwa dalam kerjasama MGCI, Mekong adalah wilayah yang diisi oleh masyarakat dengan pendapatan dibawah US$ 2 perhari, dan sekaligus merupakan teritori komunitas terlemah dan termiskin di Asia Tenggara.
Dengan kata lain, keuntungan merupakan orientasi akhir yang mungkin tidak akan mudah untuk diraih, dan ini berarti India perlu kerja keras dalam menjalankan hubungan kerjasama ini.
Kelima. Kedekatan India yang semakin intensif dengan CLMV menimbulkan pertanyaan penting terhadap konsistensi India dalam mendorong terciptanya perdamaian di bawah sistem yang demokratis, mengingat India yang demokratis bahkan pernah berperang dengan Pakistan yang dikuasai oleh kekuatan militer.13 Ketika India memutuskan mengirim bantuan persenjataan ke Junta Myanmar untuk mengawal distribusi minyaknya, Junta Militer justru menggunakan pasokan senjata tersebut untuk meredam gerakan pro demokrasi dan menembaki kelompok minoritas.
Sebagai konsekuensinya, persepsi masyarakat sipil di Myanmar berbalik menjadi negatif ke arah India. Pengalaman ini justru dapat menjadi bumerang bagi India.
Keenam. Selama sekitar satu dekade berjalannya MGCI, India sebenarnya hanya sedikit menikmati keuntungan dari transaksi dan perdagangan. Sebagai gambaran, tahun 2009 tercatat bahwa India sekurang-kurangnya telah menikmati total US$ 105,98 milyar yang diperoleh dengan hitungan secara kumulatif dari total nilai investasi yang dialirkan oleh negara-negara ASEAN di India. Namun dari nilai tersebut, India hanya mendapat sekitar US$ 75,53 juta dari total investasi yang dialirkan oleh CLMV. Ini artinya, dari investasi yang dilakukan oleh CLMV, India hanya mendapat sekitar 0.08% dari total yang didapatkan dari seluruh negara ASEAN. Sebuah nilai yang sangat kecil dan tidak berimbang jika dibandingkan dengan nilai yang telah diinvestasikan oleh India di wilayah ini.
Meski menghadapi banyak kecenderungan negatif dalam kerjasama MGCI, India nyatanya tetap bertahan untuk meneruskan kerjasama ini. Bahkan beberapa agenda penting menjadi bagian kinerja yang semakin diperdalam oleh kedua pihak terutama oleh India, semisal upaya pembentukan join market serta join tourism antara kedua belah pihak.16 Bahkan periode kerjasama MGCI mengalami kesepakatan perpanjangan jangka waktu hingga tahun 2013.17