Persyaratan Profesional Auditor, Tanggung Jawab Terhadap Profesi, Definisi Indepedensi Akuntan Publik
PENGARUH INDEPENDENSI DAN SENSITIVITAS ETIKA PROFESI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA AUDITOR PADA KAP JAKARTA SELATAN
Kasus-kasus kecurangan melibatkan orang-orang yang bekerja pada perusahaan yang di curanginya. Dan auditor dianggap sebagai sosok yang dianggap sangat penting dan dapat dipercaya dalam mendukung keputusan yang akan diambil oleh pengguna laporan keuangan, karena tim audit yang akan melaksanakan proses audit laporan keuangan dan memberikan opini atas hasil pemeriksaan laporan keuangannya.
Semakin meluasnya kebutuhan jasa professional auditor sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi auditor untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan.
Untuk dapat meningkatkan sikap profesionalisme dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, hendaknya para auditor memiliki pengetahuan audit yang memadai serta dilengkapi dengan pemahaman mengenai kode etik profesi.
Seorang audit dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata-mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan.
Kemudian untuk dapat melaksanakan kode etik, seorang auditor dituntut untuk memiliki sifat sensitivitas etika yang tinggi agar dapat menyadari permasalahan yang terjadi seperti salah saji, permasalahan mengenai pergantian standar keuangan, dan masalah mengenai fee pada perusahaan baik permasalahan yang terjadi didalam Kantor akuntan publik (KAP) maupun permasalahan yang terjadi di luar kantor akuntan publik.
Kode etik atau aturan etika profesi audit menyediaka panduan bagi para auditor profesisonal dalam mempertahankan diri dari godaan dalam mengambl keputusan-keputusan sulit. Jika auditor tunduk pada tekanan atau permintaan tersebut, maka telah terjadi pelanggaran terhadap komitmen pada prinsip-prinsip etika yang dianut oleh oleh profesi seorang auditor.
Sebagian besar orang mendefinisikan perilaku tidak etis sebagai tindakan yang berbeda dengan apa yang mereka anggap tepat dilakukan dalam situasi tertentu. Dalam perspektif etika, kasus ini pun kemudian berimplikasi pada munculnya keraguan banyak pihak dari berbagai aspek kunci dari etika profesi akuntan publik. Salah satu aspek kunci tersebut adalah yang bersangkutan dengan independensi.
Kemudian auditor merupakan profesi yang keberdaannya sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat. sebagai sebuah profesi yang kinerjanya diukur dari professionalismenya, auditor harus memiliki keterampilan, karakter, dan pengetahuan. Penguasaan keterampilan dan pengetahuan tidaklah cukupbagi auditor untuk menjadi professional. Karakter diri yang dicirikan adalah tegaknya etika profesi merupakan hal penting yang juga harus dikuasainya.
Sebagian besar orang mendefinisikan perilaku tidak etis sebagai tindakan yang berbeda dengan apa yang mereka anggap tepat dilakukan dalam situasi tertentu. Dalam perspektif etika, kasus ini pun kemudian berimplikasi pada munculnya keraguan banyak pihak dari berbagai aspek kunci dari etika profesi akuntan publik. Salah satu aspek kunci tersebut adalah yang bersangkutan dengan independensi.
Kemudian auditor merupakan profesi yang keberdaannya sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat. sebagai sebuah profesi yang kinerjanya diukur dari professionalismenya, auditor harus memiliki keterampilan, karakter, dan pengetahuan. Penguasaan keterampilan dan pengetahuan tidaklah cukupbagi auditor untuk menjadi professional. Karakter diri yang dicirikan adalah tegaknya etika profesi merupakan hal penting yang juga harus dikuasainya.
Itulah sebabnya profesi auditor menetapkan standar teknis dan standar etika yang harus dijadikan panduan oleh para auditor dalam melaksanakan audit, standar etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan. Dan auditor hanya akan berkonsentrasi pada bidang-bidang yang dianggap material.
Auditor tidak mungkin memeriksa semua hal untuk memastikan bahwa semuanya telahdiperlakukan dengan selayaknya dalam suatu sistem atau telah dilaporkan dengan benar. Auditor harus memutuskan sampai tingkat mana pemeriksaan hal-hal tersebut yang sesuai dengan tujuan-tujuannya, dan karna hal inilah konsep materialitas muncul dalam audit.
Auditor tidak mungkin memeriksa semua hal untuk memastikan bahwa semuanya telahdiperlakukan dengan selayaknya dalam suatu sistem atau telah dilaporkan dengan benar. Auditor harus memutuskan sampai tingkat mana pemeriksaan hal-hal tersebut yang sesuai dengan tujuan-tujuannya, dan karna hal inilah konsep materialitas muncul dalam audit.
Materialitas merupakan jumlah atau besarnya kekeliruan atau salah saji dalam informasi akuntansi yang dalam kaitannya dengan kondisi yang bersangkutan, mungkin membuat pertimbangan pengambilan keputusan pihak yang berkepentingan berubah atau terpengaruh oleh salah saji tersebut.
Informasi dipandang sebagai material bila disajikan salah atau tidak disajikan dapat mempengaruhi keputusan-keputusan ekonomis yang diambil oleh pengguna laporan yang mendasarkan keputusan-keputusan sebagian pada informasi dalam laporan keuangan.
Saat ini belum adanya standar auditing yang berisi pedoman tentang pengukuran materialitas secara kuantitas. Pada kenyataannya dalam menentukan tingkat materialitas antar auditor berbeda-beda sesuai dengan aspek situasionalnya, sehingga penentuan materialitas terkesan lebih subjektif.
Informasi dipandang sebagai material bila disajikan salah atau tidak disajikan dapat mempengaruhi keputusan-keputusan ekonomis yang diambil oleh pengguna laporan yang mendasarkan keputusan-keputusan sebagian pada informasi dalam laporan keuangan.
Saat ini belum adanya standar auditing yang berisi pedoman tentang pengukuran materialitas secara kuantitas. Pada kenyataannya dalam menentukan tingkat materialitas antar auditor berbeda-beda sesuai dengan aspek situasionalnya, sehingga penentuan materialitas terkesan lebih subjektif.