Analisis Literatur, Sejarah Asuransi di Dunia, Sejarah Asuransi di Indonesia, Tinjauan Umum Asuransi, Pengertian Asuransi, Jenis-Jenis Asuransi
ANALISIS LITERATUR
Sejarah Asuransi di Dunia
Menurut Mr. H.J. Scheltema adanya beberapa peristiwa-peristiwa sejak zaman Yunani sampai zaman abad pertengahan yang menurut mengandung faktor-faktor persamaan dengan pengertian yang tercakup di dalam suatu perjanjian pertanggungan. Dari peristiwa-peristiwa itu dapat disimpulkan bahwa sebenarnya pada mulanya terdapat pada jenis pertanggungan sejumlah uang dan berkembang pada pertanggungan kebakaran dan pertanggungan laut. (Emmy P. Simanjuntak 1975:2)
Perkembangan dari pertanggungan atas pengangkutan di laut terasa pada abad pertengahan lebih pesat dari perkembangan pertanggungan kebakaran. Perhubungan-perhubungan melalui laut yang semakin pesat padat pada waktu itu di antara negara-negara merupakan suatu faktor pendorong ke arah perkembangan asuransi laut. (Emmy P. Simanjuntak 1975:2)
Mengenai pertanggungan sejumlah uang yang menggambarkan suatu pertanggungan, barulah berkembang dengan pengertian sebagaimana sekarang ini pada permulaan abad ke-19. (Emmy P. Simanjuntak 1975:2)
Sejarah Asuransi di Indonesia
Asuransi selaku gejala hukum di Indonesia, baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya yang terlihat sekarang, berasal dari Hukum Barat. Pemerintah Belanda yang mengimpor asuransi sebagai bentuk hukum (rechtsifiguur) di Indonesia dengan cara mengundangkan Burgerlijk Wetboek dan Wetboek Van Koopenhandel, dengan satu pengumuman (Publicated) pada 30 April 1874, dan termuat dalam staatsblad 1847 Nomor 23. Kedua Kitab Undang-Undang tersebut mengatur asuransi sebagai sebuah perjanjian. (Dr. A. Junaedy Ganie, 2011:38).
Perkembangan asuransi sebagai sumber pengetahuan asuransi, termasuk Indonesia sangat dipengaruhi oleh pengertian dan praktik hukum serta presiden yang berasal dari negara-negara Anglo Saxon. (Dr. A. Junaedy Ganie, 2011:38)
Di Indonesia, Undang-Undang yang mengatur asuransi sebagai bisnis untuk pertama kalinya lahir pada tahun 1992 dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992, asuransi sebagai bisnis diatur melalui berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden (Keppres) beserta peraturan di bawahnya. (Dr. A. Junaedy Ganie, 2011:38)
Dengan telah keluarnya Undang- Undang yang baru tentang perasuransian di indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 maka segala bentuk kegiatan perasuransian yang ada di indonesia mengacu terhadap Undang-Undang perasuransian terbaru tersebut.
Tinjauan Umum Asuransi
Pengertian Asuransi
Asuransi adalah suatu lembaga yang sengaja dirancang dan dibentuk sebagai lembaga pengambil alih dan penerima risiko. Dengan demikian perusahaan asuransi pada dasarnya menawarkan jasa proteksi sebagai produknya kepada masyarakat yang membutuhkan, yang selanjutnya diharapkan akan menjadi pelanggannya. (Hartono, 2001: 11).
Kata “Asuransi“ berasal dari bahasa Belanda yaitu assurantie, yang dalam hukum Belanda disebut dengan verzekering yang artinya adalah pertanggungan. Dari peristilahan assurantie tersebut kemudian muncul istilah lain, yaitu assuradeur yang artinya penanggung dan geassureerde yang artinya tertanggung. (Yafie Ali, 1994 : 205-206 ).
Menurut Sri Redjeki Hartono (2001:12), di dalam Asuransi atau pertanggungan selalu mengandung pengertian adanya suatu risiko. Risiko termaksud adalah terjadinya hukum pasti karena masih tergantung pada suatu peristiwa yang pasti pula. Pada simposium Hukum Asuransi, Dewan Asuransi Indonesia menyampaikan bahwa :
“Asuransi atau pertanggungan (Verzekering), di dalamnya tersirat pengertian adanya suatu resiko, yang terjadi belum dapat dipastikan, dan adanya pelimpahan tanggung jawab memikul beban resiko tersebut, kepada pihak lain yang sanggup mengambil alih tanggung jawab. Sebagai kontra prestasi dari pihak lain yang melimpahkan tanggung jawab ini, ia wajibkan membayar sejumlah kepada pihak yang menerima pelimpahan tanggung jawab.”
Menurut Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek Van Koophandle, bahwa asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian yang mana seorang penanggung mengikatkan diri dengan seorang tertanggung dengan menerima uang premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan didenda karena suatu peristiwa tak tentu. Ketentuan ini berlaku bagi semua macam pertanggungan, baik yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) maupun di luar Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Definisi tentang asuransi juga dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia menurut Undang - Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, Asuransi merupakan perjanjian di antara dua pihak, yaitu perusahaan Asuransi dengan pemegang polis, yang menjadi dasar atau acuan bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi dengan imbalan untuk :
Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian yang di deritanya, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan maupun tanggung jawab hokum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung / pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti tersebut; atau
Memberikan pembayaran dengan acuan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidup tertanggung dengan manfaatnya yang besarnya telah di tetapkan dan atau di dasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Sedangkan pengertian asuransi menurut Pasal 246 KUHD adalah :
“Suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima uang premi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu.“
Jenis-Jenis Asuransi
Jenis Asuransi di Dalam KUH Dagang. Pasal 247 KUH Dagang menyebutkan beberapa jenis asuransi yaitu asuransi kebakaran, asuransi hasil pertanian, asuransi jiwa dan asuransi pengangkutan.
Jenis Asuransi di Luar KUH Dagang. Berdasarkan atas perjanjian asuransi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu asuransi kerugian (Schade Verzekering) dan asuransi jumlah (Sommen Verzekering).(Kartika Sari & Simangunsong:2008;104-105)
Asuransi Kerugian (Schade Verzekering)
Asuransi kerugian (Schade Verzekering) adalah yang memberikan penggantian kerugian yang mungkin timbul pada harta kekayaan tertanggung.
Asuransi Jumlah (Sommen Verzekering)
Merupakan pembayaran sejumlah uang tertentu, tidak tergantung kepada persoalan apakah evenement menimbulkan kerugian atau tidak.
Berdasarkan sifat pelaksanaannya asuransi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu asuransi sukarela, asuransi wajib, dan asuransi kredit.
Asuransi Sukarela
Asuransi sukarela merupakan pertanggungan yang dilakukan dengan cara sukarela yang semata-mata dilakukan atas suatu keadaan ketidakpastian atau kemungkinan terjadinya risiko kerugian atas suatu yang dipertanggungkan, misalnya asuransi kebakaran, asuransi kendaraan bermotor, asuransi pendidikan, dan asuransi kematian.
Asuransi Wajib
Asuransi wajib merupakan asuransi yang bersifat wajib yang dilakukan berdasarkan peraturan Perundang-Undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah, misalnya jaminan sosial tenaga kerja, asuransi kesehatan dan asuransi sosial.
Penyelenggaraan asuransi sosial merupakan badan-badan negara atau suatu organisasi di bawah wewenang dan pengawasan negara. Dalam hal ini negara berkedudukan sebagai penanggung dan sekaligus sebagai penguasa dan pengelola dana. Dengan demikian fungsi sosial dari asuransi sosial nampak jelas, yaitu di satu pihak, asuransi ini menuju pada sistem jaminan sosial untuk kesejahteraan masyarakat, dan di lain pihak dana yang terkumpul dan yang dikuasai negara itu akan kembali kepada masyarakat.
Tujuan dari asuransi sosial itu terutama untuk menjamin terlindunginya kebutuhan akan jaminan sosial bagi masyarakat luas. Oleh karena itu, yang menjadi tertanggung juga masyarakat luas anggota golongan masyarakat luas. (Hartono, 2001)
Asuransi Kredit
Asuransi kredit adalah asuransi yang selalu berkaitan dengan dunia perbankan yang menitik beratkan pada asuransi jaminan kredit berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak, sewaktu-waktu dapat tertimpa risiko yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pemilik barang maupun pemberi kredit khususnya bank, meliputi asuransi pengangkutan laut dan asuransi kendaraan bermotor.
Unsur-Unsur Dalam Asuransi
Berdasarkan definisi tentang asuransi yang dikemukakan oleh berbagai sumber tersebut, maka di dalam asuransi terkandung beberapa unsur, di antaranya adalah :
Pihak tertanggung (Insured), merupakan pihak yang menjadi obyek asuransi dan memiliki kewajiban untuk membayar uang premi kepada pihak penanggung secara sekaligus atau berangsur – angsur.
Pihak penanggung (Insure), merupakan pihak yang bersedia untuk menanggung kerugian yang mungkin terjadi pada seseorang yang menjadi tanggungannya berdasarkan perjanjian yang telah disepakati. Pihak penanggung akan membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung secara langsung atau berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu dikemudian hari.
Suatu peristiwa (Accident), merupakan suatu peristiwa atau kejadian yang tidak tentu (tidak terduga sebelumnya).
Kepentingan (Interest), yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa yang tidak tentu.
Selain unsur–unsur yang terkandung di dalam asuransi, terdapat pula beberapa unsur yuridis dalam asuransi, di mana unsur–unsur ini bersifat mengikat dan menjadikan adanya hubungan hukum antara pihak penanggung (perusahaan asuransi) dengan pihak tertanggung (nasabah). antara lain adalah : (Abdul R. Saliman, 2005 : 208)
Pihak yang kepentingannya diasuransikan.
Pihak perusahaan asuransi yang menjamin atas pembayaran ganti rugi.
Adanya perjanjian antara penanggung dan tertanggung.
Adanya pembayaran premi oleh tertanggung kepada penanggung.
Adanya kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diderita oleh tertanggung.
Adanya suatu peristiwa yang tidak pasti terjadi risiko langsung dan risiko tidak langsung
Unsur yuridis terpenting dalam asuransi adalah adanya faktor risiko, di mana faktor tersebut tidak dapat diprediksikan kapan terjadinya dan oleh siapapun. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan risiko (Risk) dalam hukum asuransi atau pertanggungan adalah suatu peristiwa yang terjadi di luar kehendak pihak tertanggung dan merupakan objek jaminan asuransi atau pertanggungan. Menurut Abdul R Saliman (2005:212-213), risiko yang terdapat dalam asuransi dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok, antara lain adalah :
Risiko Murni
Risiko murni (Pure Risk) adalah suatu peristiwa yang masih tidak pasti bahwa suatu kerugian akan timbul, di mana jika kejadian tersebut terjadi, maka timbullah kerugian itu, sedangkan jika kerugian itu tidak terjadi, maka keadaan sama sekali seperti sediakala (tidak untung atau tidak rugi). Melihat kepada objek yang terkena risiko, maka risiko murni tersebut terbagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :
Risiko Perorangan (Personal Risk), merupakan suatu risiko yang tertuju langsung kepada orang yang bersangkutan, yakni yang akan mempengaruhi secara langsung terhadap penghasilannya.
Risiko Harta Benda (Property Risk), adalah suatu risiko yang tertuju kepada harta benda milik orang tersebut, yakni risiko atas kemungkinan hilang atau rusaknya harta benda tersebut.
Risiko Tanggung Gugat (Liability Risk), adalah risiko yang mungkin akan timbul karena seseorang harus bertanggung jawab karena melakukan suatu perbuatan yang menimbulkan kerugian terhadap orang lain.
Risiko Spekulasi (Speculative Risk)
Berbeda dengan risiko murni, maka risiko spekulasi merupakan kejadian yang akan terjadi dan akan menimbulkan 2 (dua) kemungkinan, di mana kemungkinan pertama adalah akan memperoleh keuntungan, sedangkan kemungkinan kedua adalah akan menderita kerugian.
Risiko Khusus
Risiko khusus adalah risiko yang terbit dari tindakan individu dengan dampak hanya terhadap seseorang tertentu saja. Misalnya, risiko berupa kebakaran pada mobil seseorang, yang tidak menyebabkan kebakaran pada mobil orang lain.
Berkaitan dengan risiko-risiko tersebut, maka dalam penanganannya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Menghindari risiko (Avoidance). Contohnya: Untuk menghindari risiko kecelakaan maka seorang pengendara kendaraan bermotor wajib mematuhi rambu-rambu lalu lintas.
- Mengurangi risiko (Reduction). Contohnya : Untuk mengurangi risiko kecelakaan saat membawa kendaraan, maka pengendara akan memastikan bahwa kondisi ban, rem, kopling dan mesin dalam keadaan baik, memakai kelengkapan keamanan dalam berkendara dan berhati-hati.
- Mempertahankan risiko (Retention). Contohnya: Jika kita mengendarai kendaraan tidak memiliki asuransi maka kita akan mengendarai kendaraan tersebut dengan hati-hati, maka kita memutuskan untuk menanggung sendiri risiko yang mungkin terjadi.
- Membagi risiko (Risk Sharing). Contohnya : Jika risiko yang mampu di tanggung oleh perusahaan asuransi dalam menutup risiko pertanggungan kapal tidak dapat di tanggung sendiri, maka perusahaan asuransi akan membagi risiko pertanggungan kepada asuransi lain.
- Mengalihkan risiko (Transfer). Contohnya: Sebuah keluarga membeli pertanggungan asuransi, apabila terjadi kerugian yangg spesifik perusahaan akan membayarkan sejumlah uang asalkan perusahaan sudah menerima sejumlah uang yang disebut premi.
Dengan memperhatikan Pasal 246 KUH Dagang menurut Man Suparman, (2003:16) dapat disimpulkan unsur-unsur dalam asuransi, yaitu:
Merupakan suatu perjanjian
Adapun yang dimaksud dengan perjanjian atau verbintenis adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan bagi pihak lain untuk menunaikan prestasi. Sebagai suatu perjanjian, asuransi memiliki beberapa sifat, di antaranya adalah :
Perjanjian asuransi merupakan perjanjian timbal balik (Wederkerige Overeenkomst) adalah suatu perjanjian yang menimbulkan suatu kewajiban pokok kepada kedua belah pihak. Masing-masing pihak di dalam perjanjian asuransi memiliki hak dan kewajiban yang saling berhadapan.
Perjanjian asuransi merupakan perjanjian bersyarat voorwaardelike overeenkomst karena kewajiban penanggung untuk memberikan penggantian kepada tertanggung digantungkan pada terjadinya peristiwa yang dijanjikan. Apabila peristiwa yang dimaksud tidak terjadi, kewajiban penanggungpun tidak timbul. Sebaliknya, jika peristiwa terjadi tetapi tidak sesuai dengan yang disebut dalam perjanjian, penanggung juga tidak diwajibkan untuk memberi penggantian.
Perjanjian asuransi merupakan perjanjian konsensual (Pasal 257 KUH Dagang). Yang dimaksudkan dengan perjanjian konsensual adalah perjanjian di mana antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut Pasal 1338 KUH Perdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat.
Asuransi merupakan perjanjian untuk mengalihkan dan membagi risiko.
Asuransi pada dasarnya merupakan perjanjian penggantian kerugian. Hal ini berarti bahwa penanggung mengikatkan diri untuk memberikan ganti kerugian kepada tertanggung yang seimbang dengan kerugian yang diderita tertanggung bersangkutan.
Salah satu unsur di dalam asuransi yaitu peristiwa yang belum pasti terjadi, dalam Pasal 1774 KUH Perdata asuransi digolongkan menjadi perjanjian untung-untungan.
Adanya Pembayaran Premi
Dalam Pasal 246 KUH Dagang mengenai definisi asuransi yang menyebutkan tentang premi dijelaskan bahwa premi merupakan suatu prestasi dari pihak penanggung kepada pihak tertanggung. Dengan adanya premi yang dibayarkan oleh pihak penanggung kepada pihak tertanggung, maka pihak penanggung berkewajiban untuk membayar ganti kerugian kepada pihak tertanggung. Besarnya ganti kerugian yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung harus seimbang dengan kerugian yang diderita tertanggung, hal ini berkaitan dengan prinsip ganti kerugian atau prinsip idemnitas dalam perjanjian asuransi.
Kewajiban penanggung untuk memberikan penggantian kerugian
Dengan adanya pembayaran premi dari tertanggung kepada penanggung akan menimbulkan kewajiban bagi penanggung untuk memberikan ganti kerugian atau sejumlah uang kepada tertanggung. Kewajiban penanggung tersebut timbul apabila peristiwa yang diperjanjikan terjadi. Kewajiban penanggung ini tercermin dalam Pasal 246 KUH Dagang, yaitu pada bagian kalimat “untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu.”
Adanya suatu peristiwa yang belum pasti terjadi
Dalam Pasal 246 KUH Dagang terkandung bahwa dalam suatu perjanjian asuransi terdapat unsur peristiwa yang tidak tentu. Menurut (Emmy Pangaribuan, 1980 : 51) “peristiwa tidak tentu adalah suatu peristiwa yang menurut pengalaman manusia normaliter tidak dapat dijadikan akan terjadinya”
Ketentuan tentang kewajiban pemberitaan dari tertanggung Tertanggung harus memberitahukan keadaan objek pertanggungan selama perjanjian asuransi berlangsung tanpa harus menunggu permintaan dari penanggung.
Asas-Asas Hukum Asuransi
Pengaturan Asuransi Dalam KUHD dan Perundang undangan
KUH Dagang mengatur hukum asuransi dalam dua kelompok, yaitu bersifat umum dan khusus. Hukum asuransi yang bersifat umum terdapat dalam buku I bab IX, sedang yang bersifat khusus terdapat dalam buku I bab X, buku II bab XI dan X. Buku I mengatur pada: Bab IX tentang pertanggungan pada umumnya, Bab X tentang pertanggungan terhadap bahaya kebakaran, bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian yang belum dipanen dan tentang pertanggungan jiwa. Buku II mengatur pada: Buku IX tentang pertanggungan terhadap segala bahaya dalam pengangkutan di daratan, di sungai dan perairan darat. Di luar KUH Dagang terdapat berbagai peraturan dan Undang-Undang yang khusus mengatur tentang berbagai jenis asuransi dan berbagai aspek dari industri asuransi, antara lain :
Pihak-Pihak Dalam Asuransi
Adapun Hak dan Kewajiban Tertanggung dan Penanggung yaitu sebagai berikut:
Fungsi Asuransi
Asuransi diklasifikasikan menjadi beberapa fungsi, yaitu:
Fungsi Utama (Primer)
Pengalihan Risiko Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan kemungkinan risiko/kerugian (Chance of Loss) dari tertanggung sebagai ”Original Risk Bearer” kepada satu atau beberapa penanggung (a Risk Transfer Mechanism). Sehingga ketidakpastian (Uncertainty) yang berupa kemungkinan terjadinya kerugian sebagai akibat suatu peristiwa tidak terduga, akan berubah menjadi proteksi asuransi yang pasti (Certainty) merubah kerugian menjadi ganti rugi atau santunan klaim dengan syarat pembayaran premi.
Penghimpun Dana Sebagai penghimpun dana dari masyarakat (pemegang polis) yang akan dibayarkan kepada mereka yang mengalami musibah, dana yang dihimpun tersebut berupa premi atau biaya berasuransi yang dibayar oleh tertanggung kepada penanggung, dikelola sedemikian rupa sehingga dana tersebut berkembang yang kelak akan akan dipergunakan untuk membayar kerugian yang mungkin akan diderita salah seorang tertanggung.
Premi Seimbang Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang dilakukan oleh masing-masing tertanggung adalah seimbang dan wajar dibandingkan dengan risiko yang dialihkannya kepada penanggung (Equitable Premium). Dan besar kecilnya premi yang harus dibayarkan tertanggung dihitung berdasarkan suatu tarif premi (Rate of Premium) dikalikan dengan nilai pertanggungan.
Fungsi Tambahan (Sekunder)
Export Terselubung (Invisible Export) sebagai penjualan terselubung komoditas atau barang-barang tidak nyata (Intangible Product) keluar negeri.
Perangsang Pertumbuhan Ekonomi (Stimulus Ekonomi) adalah untuk merangsang pertumbuhan usaha, mencegah kerugian, pengendalian kerugian, memiliki manfaat sosial dan sebagai tabungan.
Sarana tabungan investasi dana dan Invisible Earnings.
Sarana Pencegah dan pengendalian kerugian.
Tujuan Asuransi
Tujuan dari asuransi atau pertanggugan adalah sebagai berikut:
Tujuan ganti rugi yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung apabila tertanggung menderita kerugian yang dijamin oleh polis, yang bertujuan untuk mengembalikan tertangung dari kebangkrutan sehingga tertanggung masih mampu berdiri seperti sebelum menderita kerugian. Jadi tertanggung hanya boleh memperoleh ganti rugi sebesar kerugian yang dideritanya, artinya tertanggung tidak boleh mencari keuntungan dari asuransi. Bagitu juga dengan penanggung, tidak boleh mencari keuntungan atas interst yang ditanggungnya, kecuali memperoleh balas jasa atau premi.
Tujuan tertanggung Tujuan dari tertanggung adalah sebagai berikut :
- Untuk memperoleh rasa tentram dan aman dari risiko yang dihadapinya atas kegiatan usahanya atas harta miliknya.
- Untuk mendorong keberanianya mengikatkan usaha yang lebih besar dengan risiko yang lebih besar pula, karena risiko yang benar itu diambil oleh penanggung.
- Tujuan Penanggung Tujuan penanggung dibagi 2 (dua), yaitu :
- Tujuan Umum, yaitu : memperoleh keuntungan selain menyediakan lapangan kerja, apabila penanggung membutuhkan tenaga pembantu.
- Tujuan Khusus, adalah :
- Meringankan risiko yang yang dihadapi oleh para nasabah atau para tertanggung dengan mangambil alih risiko yang dihadapi.
- Menciptakan rasa tentram dan aman dikalangan nasabahnya, sehingga lebih berani mengikatkan usaha yang lebih besar.
- Mengumpulkan dana melalui premi yang terkumpul sedikit demi sedikit dari para nasabahnya sehingga terhimpun dana besar yang dapat digunakan untuk membiayai pembagian Bangsa dan Negara.
Klaim Asuransi
Pihak tertanggung yang mengasuransikan obyek memiliki risiko wajib membayar premi asuransi secara rutin kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam polis asuransi. Apabila risiko yang diasuransikan benar-benar terjadi pada diri kita, kita berhak mengajukan klaim asuransi atau tuntutan ganti rugi. Prinsip asuransi dalam pengajuan klaim asuransi, yaitu prinsip Indemnity. Prinsip Indemnity merupakan kompensasi kerugian yang pasti dan cukup untuk mengembalikan posisi keuangan pihak tertanggung sama seperti posisi keuangan sebelum risiko yang merugikan terjadi.
Dalam pengajuan klaim asuransi tidak dibenarkan jika pihak tertanggung mencari keuntungan dari klaim asuransi. Oleh karena itu, untuk mencegah kemungkinan mencari keuntungan dari klaim asuransi, terdapat prosedur dalam pengajuan klaim asuransi. Pelaksanaan dalam pengajuan klaim asuransi akan dijelaskan dalam pembahasan tersendiri.
Tinjauan Umum Tentang Santunan Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
Pengertian kecelakaan dalam Standar Polis asuransi Kecelakaan Kendaraan Bermotor adalah tabrakan atau benturan kontak fisik antara kendaraan bermotor dengan benda lain, yang berada di luar kendaraan bermotor (Standar Polis Asuransi Kecelakaan Kendaraan Bermotor Pasal 4 halaman 2).
Kecelakaan menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 231 menyatakan bahwa:
1. Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat peristiwa kecelakaan lalu lintas, wajib:
Menghentikan kendaraannya;
Menolong orang yang menjadi korban kecelakaan;
Melaporkan kecelakaan tersebut kepada Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia terdekat.
2. Apabila pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh karena keadaan memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b, kepadanya tetap diwajibkan segera melaporkan diri kepada Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia POLRI terdekat.
Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
Dana kecelakaan lalu lintas diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas. Pada dasarnya Undang-Undang tersebut bertujuan untuk memberikan suatu perlindungan kepada masyarakat luas terhadap kerugian-kerugian yang timbul karena adanya kecelakaan lalu lintas jalan.
Tujuan selanjutnya adanya Undang-Undang ini ialah guna terwujudnya suatu jaminan sosial di dalam masyarakat yang berhubungan dengan pengangkutan dan kecelakaan di jalan raya. Untuk perlindungan tersebut dibutuhkan banyak biaya, oleh karena itu maka perlu dihimpun suatu dana dari masyarakat yang akan kembali lagi kepada masyarakat.
Pengertian Dana Santunan Kecelakaam Lalu Lintas Jalan
Santunan adalah dana yang dikeluarkan oleh suatu instansi untuk diberikan kepada korban/ahli waris yang mengalami kecelakaan lalu-lintas jalan. Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965, dana santunan adalah sejumlah uang yang dibayarkan kepada korban yang dihimpun dari sumbangan wajib dana kecelakaan lalu-lintas jalan.
(asep0701.files.wordpress.com/2011/02/lengkap-lagi.doc)
Pihak-Pihak yang Berhak Mendapatkan Santunan dari PT. Jasa Raharja (Persero)
Korban yang berhak atas dana santunan, menurut UU. No.34 Tahun 1964 Jo PP.No.18 Tahun 1965, adalah pihak ketiga yaitu :
1. Setiap orang yang berada di luar alat angkutan lalu lintas jalan yang menimbulkan kecelakaan, yang menjadi korban akibat kecelakaan dari penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan tersebut.
2. Setiap orang atau mereka yang berada di dalam suatu kendaraan bermotor dan ditabrak, di mana pengemudi kendaraan bermotor yang ditumpangi dinyatakan bukan sebagai penyebab kecelakaan, termasuk dalam hal ini para penumpang kendaraan bermotor dan sepeda motor pribadi.
Jenis-Jenis Dana Santunan Kecelakaan Lalu Lintas
Setiap korban kecelakaan lalu lintas yang berada dalam ruang lingkup jaminan pertanggungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 Tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Jo Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu-lintas, berhak mendapatkan dana santunan. Adapun jenis-jenis dana santunan adalah sebagai berikut:
Gugurnya Hak Dana Santunan (Daluarsa)
Sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu-lintas, bahwa hak atas dana santunan menjadi gugur (Daluarsa) dalam hal :
Jika tuntutan pembayaran dana santunan tidak diajukan dalam waktu enam bulan setelah terjadi kecelakaan yang bersangkutan.
Jika tidak diajukan gugatan terhadap perusahaan pada pengadilan yang berwenang, dalam waktu enam bulan sesudah tuntutan pembayaran dana santunan ditolak secara tertulis oleh Direksi Perusahaan.
Jika hak atas dana santunan tidak direalisir dengan suatu penagihan kepada perusahaan, dalam waktu tiga bulan sesudah hak tersebut diakui, ditetapkan atau disahkan.